• About
  • Contact
  • Sitemap
  • Privacy Policy

Pukul Sapu Budaya Asli Indonesia Yang Berasal Dari Maluku Tengah

 on Sabtu, 03 September 2016  

Pukul Sapu Budaya Asli Indonesia Yang Berasal Dari Maluku Tengah
Berbagai acara oleh umat Islam di Nusantara untuk memeriahkan hari Raya Idul Fitri setelah sebulan lamanya menunaikan ibadah puasa pada bulan suci ramadhan. Salah satu diantaranya adalah upacara yang digelar oleh masyrakat yang berdomisili di Desa Mamala dan Desa Morella yang masuk dalam kawasan administrasi kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah. Provinsi Maluku. Baku Pukul Manyapu dan Pukul Manyapu adalah nama lain dari upacara adat ini.
Pukul Sapu Budaya Asli Indonesia Yang Berasal Dari Maluku Tengah
Ritual ini datang dari nenek moyang warga Desa Mamala dan Morella, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, warga setempat menyebutnya sebagai ritual pukul adat “pukul sapu”.
‘Pukul Sapu’ upacara adat yang tergolong ekstrim ini digelar selama 7 syawal menurut perhitungan kalender hijriah atau kalender Islam atau hari ketujuh setelah hari Raya Idul Fitri. Biasanya, peserta upacara adalah pemuda dari dua desa adat yang bertetangga tersebut (Mamala-Morella). Namun, bila ada peserta dari daerah lain yang ingin berpartisipasi, bisa mendaftarkan diri kepada panitia tiga hari sebelum upacara adat dilakukan. Sekalipun pukul sapu adalah tradisi umat Islam Maluku, namun upacara ini juga dihadiri dan melibatkan umat Kristen di daerah tersebut, terutama mereka yang memiliki ikatan kekerabatan (pela) dengan masyarakat desa ini. Seperti masyrakat Desa Waai yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Desa Morella.
Pukul Sapu Budaya Asli Indonesia Yang Berasal Dari Maluku Tengah
Terkadang juga upacara yang digelar pada lebaran hari ketujuh ini diikuti oleh keturunan Maluku yang sudah menjadi warga Belanda.
Konon, upacara pukul sapu merujuk pada perjuangan Achmad Laekawa atau lebih populer dikenal dengan nama Kapiten atau Pemimpin Perang Telukasbessy beserta anak buahnya, ketika menghadapi tentara Belanda dalam perang Kapahaha (1643-1646). Perang ini dipantik atau didasari oleh pendirian markas VOC (Kongsi Dagang Belanda) di teluk Sawatelu, Ambon pada tahun 1636. Perang semakin tak terelakkan ketika Belanda hendak merebut Benteng Kapahaha (benteng miliki warga Maluku) dengan cara mengepung dari berbagai penjuru. Dalam perang ini, para pejuang Maluku terdesak akibat serangan dari darat yang didukung oleh tembakan meriam-meriam kapal VOC di laut. Karena tidak seimbang, akhirnya benteng yang berjarak sekitar 3 km dari desa Mamala dan Morella tersebut dapat dikuasai Belanda.Pada perang itu, Kapiten Telukabessy dapat meloloskan diri, namun anak buahnya banyak yang berhasil ditangkap tentara Belanda. Sebagian dari mereka kemudian dijadikan tawanan di Teluk Sawatelu dan sebagian di buang ke Batavia atau Jakarta sekarang. Meskipun berhasil meloloskan diri, Kapiten Telukaessy tetap dihadapkan pada situasi sulit, yaitu antara menyerahkan diri atau anak buahnya dibunuh oleh penjajah Belanda. Akhirnya, Kapiten Telukabessy memilih menyerahkan diri pada Komandan Verhijiden pada tanggal 19 Agustus 1946. Oleh Gubernur Belanda Gerard Demmer Kapiten Telukabessy dijatuhi hukuman gantung di Benteng Victoria, Ambon pada tanggal 27 September 1646.
Pada tanggal 27 Oktober 1646, setalah ditawan selama tiga bulan di Teluk Sawatelu, anak buah Kapiten Telukabessy tersebut dibebaskan Belanda. Sebelum berpisah dan kembali ke daerah masing-masing, mereka menggelar acara perpisahan yang terbilang heroik, dengan menampilkan aneka tarian adat, menyanyikan lagu-lagu daerah, dan acara pukul sapu. Tujuan acara pukul sapu adalah agar tetesan darah tubuh mereka yang jatuh dan meresap ke tanah dapat mengingatkan mereka untuk berkumpul kembali di tempat tersebut suatu saat nanti.
Pukul Sapu Budaya Asli Indonesia Yang Berasal Dari Maluku Tengah
Sekalipun upacara yang diwariskan secara turun-temurun ini digelar pada tanggal 7 syawal, namun kesibukkan sudah terlihat di dua desa adat tersebut beberapa hari sebelum pelaksanaan upacara. Sebab, berbagai hal harus dipersiapkan panitia untuk menunjang kelancaran dan kemeriahan upacara, seperti podium, tenda para undang, arena upacara, stand pamerean, warung-warung pedagang, umbul-umbul dan lain sebagainya.
Sebelum acara pukul sapu berlangsung, terlebih dahulu digelar berbagai kegiatan, seperti hadrat (tarian khas dari timur tengah dengan menggunakan rebana), karnaval budaya, pameran dan festival, balap perahu, penampilan band lokal, dan bahkan penampilan artis ibukota keturunan Maluku. Selain itu juga ditampilkan aneka tari daerah tersebut, seperti tari putri, tari mahina, tari perang, hingga pertunjukkan musik yang dibawakan oleh masyarakat dari negeri Pela yang beragama kristen.
Sementara itu, pelaksanaan upacara baru dimulai setelah sholat Ashar, para wisatawan baik domestik maupun mancanegara telah berbondong-bondong datang ke dua desa tersebut sejak pagi hari. Bahkan, ada yang tida disana 1-2 hari sebelum upacara dimulai. Hal ini dimaksudkan supaya mereka dapat menyaksikan secara langsung tahapan-tahapan persiapan upacara, seperti melihat para peserta upacar, merajut lidi enau, dan proses pembuatan minyak mamala yang kesohor dengan khasiatnya itu. Konon minyak yang dibuat pada malam 7 syawal ini hanya boleh dilakukan oleh keturunan Imam Tuni, tokoh agama desa Mamala yang menjadi salah satu pendiri Mesjid Al-Muttaqin.
Pukul Sapu Budaya Asli Indonesia Yang Berasal Dari Maluku Tengah
Selepas upacara pembukaan, upacara pukul sapu pun dimulai dengan diiringi tepuk tangan dan sorak-sorai dari penonton. Para peserta yang hanya menggunakan celana pendek, ikat kepala dan bertelanjang dada ini dibagi kedalam dua kelompok dan berdiri berhadap-hadapan. Kedua kelompok tersebut secara bergantian akan menyabetkan lidi enau yang berada di genggaman masing-masing ke pinggang, dada, dan panggung peserta di hadapannya sampai lebam dan berdarah-darah. Untuk mengatur pergantian kelompok yang dicambuk dan yang menyambuk, para peserta mengikuti aba-aba dari kordinator upacara atau mengikuti alunan gendang. Pergantian juga bisa dilakukan bila peserta yang dicambuk terdesak hingga mendekati tempat penonton di pinggir arena.
Uniknya, meskipun sekujur tubuh peserta upacara memar-memar dan mengeluarkan darah, namun tak terlihat pada mereka ringis kesakitan atau rintihan mengadu.
Disamping itu, bercak sabetan atau goresan darah akibat cambukan lidi enau dapat disembuhkan dengan cepat tanpa meninggalkan bekas. Di desa Morella luka-luka akibat cambukan diobati dengan ramuan dari daun jarak yang terkenal berkhasiat menyebuhkan luka. Sementara di desa Mamalla, luka-luka peserta upacara diobati dengan mengoleskan minyak kelapa yang telah didoakan oleh para tetua adat kepada bagian tubuh yang luka. Minyak kelapa dapat mengobati kelapa dapat mengobati luka dengan ceat tersebut dinamakan minyak Mamala atau minyak Tasala. Konon, khasiat minyak ini sudah tersohor kemana-mana, sehingga menarik minat para ilmuan dari dalam dan luar negeri untuk menelitinya.
Setelah upaca adat pukul sapu usai, hal lain yang menarik dan wisatwan terhibur adalah ketika para penonton berlomba-lomba memperebutkan lidi-lidi enau dan minyak kelapa bekas peserta upacara. Hal ini dikarenakan lidi-lidi enau dan minyak tersebut diyakini membawa keberuntungan, sebagian masyrakat menganggap kedua benda tersebut sekedar kenang-kenangan mengikuti upacara adat pukul sapu yang dilaksanakan sekali dalam satu tahun tersebut.
Sedangkan bagi turis yang mempunyai waktu luang, dapat mengikuti pesta basudara, yaitu upacara syukuran upacara adat pukul sapu, yang digelar di de Morella pada malam hari setelah upacara adat tersebut berlangsung.
Pukul Sapu Budaya Asli Indonesia Yang Berasal Dari Maluku Tengah

Pukul Sapu Budaya Asli Indonesia Yang Berasal Dari Maluku Tengah 4.5 5 Bang Ju Sabtu, 03 September 2016 Pukul Sapu Budaya Asli Indonesia Yang Berasal Dari Maluku Tengah Berbagai acara oleh umat Islam di Nusantara untuk memeriahkan hari Raya ...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.
J-Theme